Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jeannie Park, Terpikat Tarian Jawa Klasik

Kompas.com - 12/12/2011, 11:27 WIB

KOMPAS.com - Di antara rindang pohon Desa Kembaran di pelosok Bantul, DI Yogyakarta, tinggallah Jeannie Park. Ia perempuan berdarah Korea kelahiran Amerika Serikat. Dulu direktur galeri seni rupa ternama di Los Angeles, lalu menjadi penari jawa klasik. Tentu saja ia bukan salinan Elizabeth Gilbert, sang penulis novel Eat, Pray, and Love. Mereka berdua sama sekali berbeda.

Sungguh, berjumpa Jeannie Park seperti berjumpa seorang Jawa tulen. Bahasa tubuh, cara berpikir, dan tampangnya. Ia tertawa ketika ditanya soal wajahnya yang tak menyisakan kesan seorang berdarah Korea. ”O, ya? Bagus, ha-ha-ha,” Jeannie tertawa.

Hampir tak ada kesan ”asing” dalam keseharian Jeannie Park. Penampilannya sederhana, busana berwarna biru bermotif lembut, celana kasual berwarna krem, sepatu sandal merah menyala, macam anak muda. Toh riasan tipisnya gagal menyembunyikan keayuannya.

Dalam obrolan, baru muncul jejak ”asing” Jeannie. Bahasa Indonesianya terkadang sengau, seperti kebanyakan pengucapan seseorang yang berbahasa ibu bahasa Inggris. Kalau sengaunya hilang, pengucapan bahasa Indonesianya medhok Jawa. Seperti saat ia menerima telepon. ”Piye,” Jeannie menyapa si penelepon. ”Injih (iya), injih, jadi,” Jeannie sibuk berbincang.

Proses ”menjadi Jawa” putri dua seniman Korea Selatan, Chong-Gil Park dan Hi-ah Chai Park, itu berawal pada tahun 1979. Saat berumur sepuluh tahun, Jeannie berjumpa maestro tari klasik jawa, Kanjeng Raden Tumenggung Sasminta Mardawa, yang menjadi dosen tamu di University of California, Los Angeles, Amerika Serikat.

”Saat beliau memasuki panggung, memakai pakaian adat Jawa, saya terpana. Cara beliau masuk, iramanya, tariannya, keseluruhan gerak tubuhnya. Wow, iki opo yo (ini apa ya)? Saya langsung terpikat tarian klasik jawa. Dan saya memutuskan harus mengunjungi daerah asal tarian itu,” kata Jeannie, ibu dua anak itu.

Cita-citanya terkabul ketika ia mengikuti University of California Education Abroad Program pada Juni-Oktober 1991. Dia belajar di Pusat Studi Indonesia Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dia tentu belajar menari lagi. Namun, katanya, tiga setengah bulan belajar itu seperti hanya mencicipi. ”Saya akhirnya mengenal tempat asal tarian jawa, ha-ha-ha,” ujarnya.

”Suwung”-kosong
Setelah kembali ke AS, ia ”putus hubungan” dengan Yogyakarta dan tari klasik jawa. Jeannie meniti kariernya sebagai kurator seni rupa dan Associate Director Jan Turner Gallery, Los Angeles. Tahun 1993 - 1996 ia menjadi Direktur Kohn Turner Gallery, Los Angeles, galeri seni rupa kontemporer papan atas dengan klien para bintang sekelas Robin Williams, Tom Hanks, dan bintang rock Bruce Springsteen.

”Karier saya bagus, saya bahkan sudah ditawari menjadi partner untuk ikut memiliki galeri itu. Secara materi saya berkecukupan. Jalan hidup saya sudah sangat jelas. Namun, di dalam diri saya seperti ada sesuatu yang kosong. Suwung, kata orang Jawa. Semuanya baik-baik saja, tetapi saya selalu bertanya apa yang belum saya temukan di dalam hidup saya.”

Di tengah kegelisahan itu, saat Jeannie tenggelam dalam timbunan pekerjaan, pada akhir Juni 1996 telepon galerinya berdering. Yang menelepon staf Konsulat Jenderal Indonesia di Los Angeles. ”Mereka memberi tahu, saya disetujui mengikuti program Darmasiswa untuk belajar seni budaya di Yogyakarta selama setahun. Padahal, saya sudah lupa kapan saya mendaftarkan diri, ha-ha-ha.”

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Hasil Lengkap Tim Indonesia di Piala Thomas & Uber 2024

Badminton
Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Hasil Man United Vs Burnley: Gol Penalti Buyarkan Kemenangan MU

Liga Inggris
Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Catat Rekor Apik di Stadion Abdullah bin Khalifa, Modal Indonesia Lawan Uzbekistan

Timnas Indonesia
3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

3 Hal yang Harus Dibenahi Indonesia Jelang Vs Uzbekistan

Timnas Indonesia
Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Piala Asia U23 2024: Sananta Kartu AS, Kecepatan Jadi Modal Indonesia

Timnas Indonesia
Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Hasil Sprint Race MotoGP Spanyol 2024: Jorge Martin Menang, Marquez Jatuh

Motogp
Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Hasil West Ham Vs Liverpool 2-2, The Reds Gagal Menang

Liga Inggris
Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Tahu Kekuatan Indonesia, Uzbekistan Bersiap

Timnas Indonesia
Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Hasil Piala Thomas 2024: Jonatan Berjaya, Indonesia Bekuk Inggris

Badminton
Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Piala Asia U23: Uzbekistan Kuat, Indonesia Punya Pengalaman dari Ferarri-Hokky

Timnas Indonesia
Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Arteta Dapat Saran dari Wenger untuk Bawa Arsenal Juara Liga Inggris

Liga Inggris
Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Hasil Kualifikasi MotoGP Spanyol 2024: Marquez Terdepan, Disusul Bezzecchi-Martin

Motogp
Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

Hasil Piala Thomas 2024: Fajar/Rian Menang, Indonesia Unggul 2-0 Atas Inggris

Badminton
Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

Prediksi Bung Ahay: Peluang Indonesia ke Final Terbuka, Waspada Gaya Eropa

Timnas Indonesia
Semifinal Piala Asia U23, Jangan Remehkan Lagi Indonesia

Semifinal Piala Asia U23, Jangan Remehkan Lagi Indonesia

Liga Indonesia
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com